Dikhawatirkan Ada Peziarah Lemah Iman

Friday, September 10, 2010

Apa tidak mungkin di antara jamaah peziarah itu masih ada yang lemah iman? Masih doyan mistik, sering ke dukun, hobi kemeyan sehingga peluang musyrik bisa saja terjadi saat peziarah ada di hadapan makam yang diziarahi. Jika ini terjadi, maka sungguh fatal resiko ziarah kubur bagi orang yang tidak mapan iman. 
Memang berat melarang orang tertentu berziarah kubur karena pertimbangan lemah iman. Perasaan manusia dan kehormatan sesama memang perlu dijaga. Tapi itu wajib dilakukan oleh seorang kiai sebagai penanggungjawab agama. Di sinilah, kepada jamaah yang diduga belum cukup mental, maka diperlukan cara yang cerdas dan santun. Kiai wajib memberi nasehat intensif sebelum berangkat. Kiai juga wajib mendampingi mereka saat berada di hadapan makam.
Karena di kuburan itu rawan terjadi rusaknya iman, maka ziarah kubur sesungguhnya bukan persoalan rekreasi atau wisata religi, justeru lebih pada persoalan sangat serius yang menyangkut keimanan dan mempertaruhkan keimanan sehingga perlu ekstra hati-hati. Makanya dulu Nabi Muhammad SAW sempat melarang.
Kedua, apakah niatan-niatan, amalan-amalan, doa-doa para peziarah yang sedang bersimpuh di hadapan makam itu sudah benar menurut tuntunan agama? Inilah momen yang sangat kritis dan menentukan. Saat tepat berada di hadapan makam dan melakukan ritual, maka semua konsentrasi wajib tertuju hanya kepada Allah SWT saja, bukan kepada mayit dalam makam. Melakukan  doa, bacaan al-Qur'an dan semua kalimah thayibah adalah ibadah yang hanya untuk Tuhan, lain tidak.
Setelah semua selesai, barulah dipanjatkan doa untuk kebaikan diri si peziarah. Silakan  pahala dikirim untuk mayit yang dikehendaki, silakan pula wasilah kepada wali penghuni makam yang diziarahi secara benar. Sekali lagi, di sinilah kiai wajib mendampingi.
Ketiga, sesungguhnya masyarakat era Nabi Muhammad SAW dulu itu sebuah miniatur yang menggambar kan kondisi masyarakat islam setelahnya, baik era Makiyah maupun era Madaniyah.
Jadi, rasanya ada di antara kita yang sesungguhnya masih berada pada tahap keimanan Makiyah, lemah dan rawan kembali musyrik, sehingga perlu dilarang berziarah kubur, setidaknya untuk sementara.
Lalu dibina lebih dahulu sampai benar-benar mapan dan kuat dan barulah dibolehkan atau dianjurkan.
Bisa jadi karena kiai atau ustadzanya tidak siap mental melakukan itu atau masyarakatnya yang gengsian. Aslinya masih keimanan tipe Makiyah, tapi dibungkus dengan kesing Madaniyah dan bergaya Madaniyah. Siapa sesungguhnya yang harus mewaspadai keimanan gaya ini? Kembali lagi ke tugas kiai, ustadz sebagai pewaris para Nabi.

0 comments: